Mata Pelajaran: Matematika
Kelas: X
Sekolah: SMA Negeri 3 Sukadana
Pada awal semester ganjil tahun pelajaran 2025/2026, saya melaksanakan pembelajaran Matematika di kelas X dengan topik sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Sebagai bagian dari pendekatan berbasis aktivitas, saya menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang bertujuan membantu siswa memahami konsep secara bertahap melalui kegiatan eksploratif. Harapan saya, LKPD ini dapat membimbing siswa menemukan konsep sendiri, berpikir kritis, dan bekerja sama dalam kelompok. Namun, dalam praktiknya, hasil yang saya temui di lapangan justru jauh dari ekspektasi. Siswa terlihat bingung, tidak antusias saat mengerjakan LKPD, dan banyak yang hanya menyalin jawaban dari teman kelompoknya. Aktivitas yang saya rancang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Setelah saya lakukan refleksi dan diskusi dengan guru sejawat, saya menemukan bahwa masalah utamanya terletak pada *penyusunan LKPD yang kurang efektif dan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan siswa*. LKPD yang saya buat cenderung terlalu teoritis, minim contoh kontekstual, serta menggunakan bahasa yang abstrak tanpa panduan visual. Selain itu, LKPD saya hanya terdiri dari soal isian dan pertanyaan eksploratif tanpa tahapan pemantik atau contoh soal. Hal ini tentu menyulitkan siswa, terutama yang belum terbiasa belajar mandiri atau masih lemah dalam pemahaman konsep dasar. Dengan kata lain, terjadi *gap antara harapan pembelajaran aktif dengan kenyataan di kelas*, karena media yang seharusnya memfasilitasi proses itu justru menghambat pemahaman.
Sebagai upaya penyelesaian, saya melakukan revisi menyeluruh terhadap struktur dan isi LKPD. Saya mulai dengan melakukan analisis kebutuhan belajar siswa berdasarkan hasil asesmen diagnostik, serta meninjau ulang Capaian Pembelajaran (CP) dan TP yang berlaku di Kurikulum Merdeka. LKPD yang baru disusun dengan mempertimbangkan tiga hal: (1) adanya contoh kontekstual di awal setiap bagian untuk memantik pemahaman, (2) petunjuk pengerjaan yang lebih jelas dan sistematis, serta (3) penyajian visual yang menarik dan komunikatif. Saya juga menyisipkan aktivitas diskusi dan refleksi singkat di akhir LKPD untuk memastikan siswa terlibat aktif, bukan sekadar mengisi. Upaya ini saya lakukan secara operasional dengan perangkat sederhana (Word, Canva), sesuai dengan permasalahan yang ada, dan tentunya masih dalam ruang lingkup tugas guru sebagai perancang pembelajaran.
Setelah LKPD direvisi dan digunakan dalam beberapa pertemuan berikutnya, saya menemukan hasil yang jauh lebih baik. Siswa mulai menunjukkan antusiasme dalam mengerjakan tugas di LKPD, aktif berdiskusi, dan lebih percaya diri saat mempresentasikan hasil kerja kelompok. Nilai rata-rata formatif siswa pada topik ini juga meningkat dari sebelumnya 64 menjadi 81. Selain itu, melalui angket refleksi, 91% siswa menyatakan LKPD versi terbaru lebih mudah dipahami dan membantu mereka memahami langkah-langkah penyelesaian SPLDV. Bukti ini menunjukkan bahwa media pembelajaran seperti LKPD memang sangat menentukan kualitas proses belajar-mengajar, dan penyusunannya tidak bisa dilakukan asal-asalan.
Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa LKPD bukan hanya sekadar lembar tugas, melainkan alat pembelajaran yang harus dirancang secara cermat, sesuai konteks, dan berbasis kebutuhan siswa. Saya belajar bahwa solusi masalah pembelajaran tidak selalu membutuhkan teknologi canggih; cukup dengan memperbaiki desain LKPD secara sistematis, hasil belajar siswa dapat meningkat secara nyata. Ke depan, saya berkomitmen untuk melibatkan rekan sejawat dalam menyusun dan meninjau LKPD, serta membuka ruang umpan balik dari siswa agar pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermakna. Pengalaman ini menjadi bekal berharga agar saya lebih bijak dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat guna.
PENILAIAN BERDASARKAN RUBRIK PENILAIAN STUDI KASUS
🟠 1. Uraian Masalah
✓ Memuat 3 aspek: kondisi yang diharapkan, kondisi yang terjadi, dan gap yang muncul
- Kondisi yang diharapkan: Siswa aktif dalam pembelajaran, mampu memahami konsep SPLDV secara bertahap dengan bimbingan melalui LKPD, dan dapat berdiskusi serta menyelesaikan soal dengan benar.
- Kondisi yang terjadi: Siswa terlihat bingung dan pasif saat mengerjakan LKPD. Mereka cenderung menyalin jawaban teman tanpa memahami konsep, serta tidak menunjukkan pemahaman terhadap isi LKPD.
- Gap: LKPD yang disusun tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. Isinya terlalu abstrak, tidak kontekstual, dan minim contoh, sehingga media yang seharusnya membantu justru menjadi penghambat pemahaman.
🟢 2. Upaya Penyelesaian
✓ Memuat 3 aspek: operasional, rasional dan sesuai dengan masalah, serta dalam lingkup tugas guru
- Operasional (dapat dilakukan): LKPD direvisi menggunakan perangkat sederhana seperti Microsoft Word dan Canva, disusun ulang berdasarkan asesmen awal dan kebutuhan siswa.
- Rasional dan sesuai dengan masalah: Revisi difokuskan pada hal-hal penting yang menjadi kelemahan: memperjelas instruksi, menyisipkan contoh kontekstual, menambahkan petunjuk visual, dan mengarahkan pada kegiatan aktif.
- Dalam lingkup tugas guru: Penyusunan dan evaluasi media pembelajaran adalah bagian dari tanggung jawab guru, sesuai dengan prinsip pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran berbasis aktivitas.
🔵 3. Hasil Tindakan
✓ Memuat 3 aspek: keberhasilan, bukti pendukung, dan kesesuaian dengan masalah
- Bentuk keberhasilan: Siswa lebih antusias, aktif berdiskusi, dan lebih mudah memahami langkah-langkah SPLDV.
- Bukti pendukung: Nilai rata-rata evaluasi formatif meningkat dari 64 menjadi 81. Hasil angket menunjukkan 91% siswa merasa LKPD versi baru lebih membantu dibandingkan sebelumnya.
- Masuk akal dan sesuai masalah: Peningkatan terjadi setelah dilakukan perbaikan pada sumber masalah utama (LKPD), dan hasil tersebut sejalan dengan tujuan awal intervensi.
🟣 4. Pembelajaran / Hikmah
✓ Memuat 3 aspek: cara penyelesaian, antisipasi, dan peningkatan kualitas penanganan masalah
- Cara penyelesaian masalah: Penyelesaian dilakukan dengan refleksi mendalam dan revisi media pembelajaran secara sistematis, bukan mengganti metode secara menyeluruh.
- Antisipasi masalah serupa: Ke depan, guru melibatkan rekan sejawat dalam meninjau LKPD dan menggunakan asesmen diagnostik untuk menyesuaikan isi dengan kemampuan siswa.
- Peningkatan kualitas: Guru lebih sadar pentingnya media yang adaptif dan partisipatif dalam mendukung keberhasilan pembelajaran. LKPD kini bukan sekadar pelengkap, melainkan instrumen utama pembelajaran aktif.
Terimakasih pak, sungguh sangat membantu saya untuk belajar 🙏
BalasHapus