Minggu, 27 Juli 2025

Contoh Studi Kasus Penilaian Pembelajaran

Mata Pelajaran: Matematika

Kelas: XII

Sekolah: SMA Negeri 3 Sukadana

Nama: Ardi Kusnadi

Pada semester ganjil tahun pelajaran 2024/2025, saya mengajar Matematika kelas XII dengan materi statistika dan peluang. Dalam pelaksanaan pembelajaran, saya menggunakan penilaian hasil belajar berupa ulangan harian, kuis, dan tugas individu. Tujuannya tentu untuk mengukur ketercapaian kompetensi siswa secara menyeluruh. Idealnya, penilaian dilakukan secara adil, objektif, dan mencerminkan kemampuan riil siswa. Namun, pada kenyataannya saya mendapati bahwa nilai siswa tidak menggambarkan kemampuan yang sesungguhnya. Misalnya, ada siswa yang memperoleh nilai tinggi tetapi tidak mampu menjelaskan proses pengerjaan soal, sementara siswa lain yang aktif dalam diskusi dan memiliki logika berpikir kuat justru mendapat nilai rendah karena kurang rapi dalam menulis jawaban. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara hasil penilaian dengan kompetensi nyata siswa.

Setelah saya melakukan refleksi dan menganalisis instrumen serta cara saya melakukan penilaian, saya menemukan bahwa masalah utama terletak pada sistem penilaian yang terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif tertulis (produk akhir) tanpa memperhatikan proses berpikir dan partisipasi siswa selama pembelajaran. Rubrik penilaian yang saya gunakan pun belum terstandar dan belum memuat indikator performa berpikir tingkat tinggi. Penilaian dilakukan secara seragam tanpa mempertimbangkan keberagaman gaya belajar atau kekuatan siswa. Hal ini menciptakan gap antara tujuan penilaian formatif yang holistik dengan pelaksanaan penilaian yang hanya berbasis hasil akhir tertulis.

Untuk mengatasi hal tersebut, saya melakukan perbaikan pada sistem penilaian dengan mengembangkan rubrik penilaian autentik berbasis proses. Saya mulai mengintegrasikan penilaian proses (observasi, diskusi kelompok, dan argumentasi lisan) dalam penilaian harian. Penilaian sumatif tetap dilakukan, tetapi dilengkapi dengan penilaian presentasi, argumentasi siswa saat diskusi, serta refleksi tertulis. Selain itu, saya mulai menerapkan rubrik terbuka yang dibagikan sebelum penilaian agar siswa tahu aspek apa yang dinilai, dan saya juga melibatkan siswa dalam penilaian diri dan teman sebaya. Upaya ini saya lakukan karena: (1) dapat dijalankan tanpa alat khusus, (2) penilaian yang belum adil dan menyeluruh, serta (3) untuk melakukan penilaian pembelajaran secara bermakna.

Setelah perubahan sistem penilaian diterapkan selama dua bulan, terjadi peningkatan dalam kejujuran, tanggung jawab, dan pemahaman siswa terhadap konsep. Siswa menjadi lebih reflektif dan aktif, karena mereka tahu bahwa proses berpikir mereka dihargai, bukan hanya jawaban akhir. Nilai akhir siswa pun menjadi lebih bervariasi namun adil, dan representatif terhadap kemampuan mereka. Data menunjukkan bahwa siswa yang sebelumnya dinilai "lemah" dalam tes tertulis ternyata memiliki penalaran yang kuat dalam penilaian lisan dan diskusi kelompok. Selain itu, 92% siswa dalam angket menyatakan lebih termotivasi belajar ketika mereka merasa dinilai secara menyeluruh, bukan hanya lewat angka.

Pengalaman ini memberikan pemahaman yang mendalam bagi saya bahwa penilaian tidak boleh berhenti pada hasil akhir. Penilaian seharusnya mencerminkan seluruh proses belajar siswa. Saya belajar bahwa strategi penilaian yang baik harus memberi ruang bagi berbagai bentuk pencapaian dan ekspresi pemahaman. Ke depan, saya akan terus menyempurnakan rubrik, melibatkan siswa dalam proses penilaian, dan memastikan bahwa penilaian saya mendukung pembelajaran, bukan sekadar mengklasifikasi siswa. Dengan begitu, kualitas penilaian dan pembelajaran di kelas saya akan semakin meningkat dan berpihak pada perkembangan siswa secara utuh.


PENILAIAN BERDASARKAN RUBRIK PENILAIAN STUDI KASUS

🟠 1. Uraian Masalah

  • Kondisi yang diharapkan: Nilai mencerminkan kompetensi nyata siswa secara objektif dan menyeluruh.
  • Kondisi yang terjadi: Nilai siswa tidak menggambarkan kemampuan sebenarnya. Siswa yang pandai secara lisan mendapat nilai rendah karena kurang rapi menulis; sebaliknya, siswa yang kurang memahami konsep bisa memperoleh nilai tinggi karena menyalin atau menghafal.
  • Gap: Penilaian hanya fokus pada produk akhir tertulis dan tidak mempertimbangkan proses belajar, argumentasi, dan partisipasi siswa.


🟢 2. Upaya Penyelesaian

  • Operasional: Mengembangkan rubrik penilaian berbasis proses yang sederhana dan bisa diterapkan di kelas biasa.
  • Rasional dan sesuai masalah: Langsung menjawab ketimpangan antara penilaian hasil dan proses.
  • Dalam lingkup tugas guru: Penilaian autentik merupakan bagian integral dari kewenangan guru dalam Kurikulum Merdeka.


 ðŸ”µ 3. Hasil Tindakan

  • Keberhasilan: Siswa lebih reflektif dan bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
  • Bukti pendukung: Nilai menjadi lebih representatif, 92% siswa mengaku lebih termotivasi.
  • Masuk akal dan relevan: Perubahan strategi berdampak langsung pada perubahan sikap belajar dan hasil yang lebih adil.


 ðŸŸ£ 4. Pembelajaran Berharga

  • Cara penyelesaian: Dengan memperbaiki strategi penilaian, bukan hanya strategi mengajar.
  • Antisipasi masalah serupa: Membuat rubrik terbuka dan melibatkan siswa dalam proses penilaian ke depan.
  • Peningkatan kualitas: Penilaian menjadi lebih holistik dan mendukung pembelajaran yang memerdekakan siswa.

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

SAMISANOV Menjelajah Negeri