Rabu, 27 Mei 2020

Tahun Ajaran Baru Boleh Tak Di Geser Tapi Ini Syaratnya


Hingga 18 Mei 2020, pasien ODP anak mencapai 3.324 anak, 129 anak berstatus ODP meninggal. 584 anak terkonfirmasi positif Covid-19 dan 14 anak meninggal karena Covid-19. Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 Indonesia cukup tinggi dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid 19 atau hanya akan menderita sakit ringan saja.

Hingga hari ini, sudah 1.418 meninggal karena Covid-19 dan dari 23.165 yang terkonfirmasi, baru 5.878 yang dinyatakan sembuh.

Sementara itu dibanyak daerah, tahun ajaran baru akan segera dimulai, simpang siur pendapat pun terjadi soal Juli sekolah dibuka kembali hingga mendikbud Nadiem Makarim membantahnya bahwa tahun ajaran baru akan dimulai berdasarkan petunjuk Gugus Tugas Covid-19. 

Namun demikian pernyataan Nadiem Makarim ini justru menimbulkan ketidakpastian kapan sekolah akan dimulai dan mengakibatkan pemerintah daerah gamang dalam mengambil kebijakan, mereka memiliki persepsi masing-masing terkait kapan sekolah dimulai lagi.

Dalam kondisi ketidakpastian ini, tak banyak yang bisa dilakukan karena terjadi ketidakpastian dalam perencanaan dan kinerja dunia pendidikan kita. Ketidakpastian inilah yang memicu IGI menuntut kemdikbud agar memberikan kepastian agar tahun ajaran baru digeser ke bulan januari, mengapa??

Pertama, memberikan kepastian tahun ajaran baru bergeser ke Januari akan membuat dunia pendidikan memiliki langkah-angkah yang jelas terutama terkait minimnya jumlah guru yang memiliki kemampuan tinggi dalam menjalankan PJJ Online. 

Data Kemdikbud yang disampaikan oleh Plt Dirjen Dikdasmen menunjukkan lebih dari 60% guru bermasalah dalam PJJ karena ketidakmampuan guru dalam penguasaan teknologi. Jika penguasaan teknologi saja lebih dari 60% bermasalah maka bagaimana kita bisa berharap guru menghadirkan PJJ yang menyenangkan dan berkualitas??

Kemdikbud harus membuka mata bahwa realitas pembelajaran jarak jauh kita masih bermasalah dan inilah yang selama ini dikerjakan kawan-kawan IGI yang justru tak kami lihat adanya upaya kemdikbud menuntaskan masalah rendahnya kemampuan guru melaksanakan PJJ. Dan karena itu IGI siap mengambil tanggungjawab itu dengan syarat kemdikbud memberikan tanggungjawab itu secara resmi ke IGI.

Dengan menggeser tahun ajaran baru, kemdikbud bisa fokus meningkatkan kompetensi guru selama enam bulan agar di bulan januari sudah bisa menyelenggarakan PJJ berkualitas dan menyenangkan jika ternyata Covid-19 belum tuntas. 

Kedua, menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dan orang tua dari stress berkepanjangan. Tidak menggeser tahun ajaran baru akan membuat siswa dan orang tua menjadi stress. Jika tatap muka dipaksakan, orang tua akan stress, mengapa, anaknya tak ke sekolah takut dihukum oleh sekolah, jika anaknya ke sekolah, takut tertular virus maka sepanjang hari orang tua akan stress memikirkan anak mereka. Jika tatap muka belum dijalankan lalu dilakukan PJJ maka kasusnya sama dengan point pertama siswa akan stress karena lebih dari 60% guru masih terkendala penguasaan tekhnologi digital yang minim.

Ketiga, menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dari penularan Covid-19. Data IDAI seperti yang kami uraikan di awal menunjukkan anak didik tak kebal Virus dan juga tetap rentan tertular virus bahkan berpotensi meninggal. Jika pun protokol kesehatan dijalankan sekolah, sebesar apa kemampuan sekolah mengontrol siswa ketika sudah berada diluar ruang kelas?
Apalagi tugas itu akan diserahkan oleh negara kepada guru-guru yang berstatus non PNS yang dibayar murah oleh negara.
Bagaimanapun, saat ini lebih dari 60% Guru berstatus Non PNS dan mayoritas dibayar murah oleh negara dengan status dan masa depan yang kabur.
Jika kemudian PJJ yang dilaksanakan maka orang tua dan anak didik akan makin stress karena lebih dari 60% guru tak mampu menjalankan PJJ dengan baik.
Jika pun protokol kesehatan dijalankan maka sebagian siswa akan masuk sekolah dan sebagian lagi tak masuk sekolah, bahkan mungkin dalam seminggu siswa hanya mendapatkan layanan tatap muka beberapa jam saja, ini jelas kerugian besar bagi anak didik. Sebutnya belajar satu semester tapi realitasnya hanya belajar beberapa jam saja.

Keempat, RRI DAN TVRI tak mampu menggantikan guru, dengan tetap mengandalkan RRI dan TVRI berarti memaksa siswa menjalani satu semester belajar dalam kerugian yang nyata.

Kelima, portal layanan pendidikan tak mampu menggantikan guru. Portal layanan pendidikan baik yang berbayar punya swasta ataupun yang gratis punya kemdikbud faktanya tak mampu menggantikan guru karena nilai-nilai pendidikan tak terlayani dengan baik, yang ada hanya mengambil sedikit bagian dari layanan pengajaran. Portal-Portal pendidikan ini hanya disiapkan untuk menghadapi ujian atau seleksi tertentu, bukan memenuhi capaian kurikulum. Jika disebut darurat, bolehlah digunakan selama 3 bulan awal Covid-19 tapi jika terus dilakukan ini justru bentuk lepas tanggungjawab kemdikbud terhadap guru dan siswa dan kemudian sangat layak jika tagline "Indonesia Terserah" layak disematkan ke kemdikbud.

Keenam, menggeser tahun ajaran menjadikan tahun anggaran selaras dengan tahun ajaran. Fakta lapangan menunjukkan berbedanya tahun anggaran dan tahun ajaran mengakibatkan kepsek harus berutang kemana-mana agar bisa menyelenggarakan ujian nasional karena dana Bos belum cair. Meskipun tahun ini sudah mulai diperbaiki tetapi akan jauh lebih baik jika tahun anggaran dan ajaran disemarakkan seperti bidang-bidang lain diluar pendidikan.

Ketujuh, membantu orang tua mengatasi masalah ekonomi. Dengan anak didik kembali ke sekolah, bukan hanya kecemasan akan kesehatan yang hadir tapi juga bertambahnya beban ekonomi orang tua, mulai dari biaya transportasi, biaya jajan dan biaya lainnya. Sementara kondisi ekonomi mayoritas rakyat indonesia sedang terpuruk, jika tahun ajaran tak digeser dan PJJ tetap dijalankan maka tetap akan menyedot biaya kuota data atau seharusnya menyediakan gadget atau alat baru karena gadget lama sudah bermasalah atau akan digunakan orang tua keluar rumah menjalani New Norma yang dicanangkan pemerintah.

Kedelapan, enam bulan ini bisa digunakan untuk mendorong lahirnya ide-ide baru atau kreativitas-kreativitas baru dari anak didik. Hal ini perlu difasilitasi oleh pemerintah terutama kemdikbud.

Kesembilan, selama enam bulan ini kemdikbud bisa berupaya maksimal memastikan seluruh sekolah di Indonesia terlayani jaringan internet apapun caranya.
Jika kemdikbud tetap ngotot untuk tidak menggeser tahun ajaran baru maka semua masalah diatas harus bisa diatasi.

Kesepuluh, kemdikbud segera menjalankan program digitalisasi sekolah dengan membagikan tablet terutama bagi sekolah yang paling banyak siswanya tak memiliki gadget 

Meskipun demikian Jika pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk menggeser tahun ajaran baru ke Januari 2021 maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan harus dipastikan dijamin oleh pemerintah.

Pertama, pemerintah harus menjamin semua guru baik PNS maupun non PNS, baik guru di sekolah negeri maupun guru di sekolah swasta tetap mendapatkan pendapatan yang layak paling tidak untuk kebutuhan dasar mereka. Ukuran kinerja guru dapat dinilai dari upaya mereka meningkatkan kompetensi gurunya dalam menghadapi pembelajaran jarak jauh ataupun pembelajaran tatap muka selama masa 6 bulan ini.

Kedua, pemerintah harus tetap memberikan biaya operasional dasar sekolah paling tidak untuk menjaga sekolah itu tetap bersih dan terjaga dengan baik. Hal ini sesungguhnya dibutuhkan terutama oleh sekolah-sekolah swasta meskipun PJJ yang dilaksanakan karena banyak orangtua yang enggan membayar uang sekolah di sekolah swasta akibat dari anak mereka tidak datang ke sekolah. 

Ketiga, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh guru di seluruh Indonesia ikut serta dalam mempersiapkan diri mereka meningkatkan kompetensi dalam upaya menghadapi apapun kondisi yang terjadi di bulan Januari nanti.

Pemerintah, jika memang tidak mampu menyelenggarakan kegiatan sebagai upaya peningkatan kompetensi guru maka kami dari ikatan guru Indonesia bersedia menjalankan itu tanpa harus diberikan anggaran dengan syarat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan tanggung jawab itu secara resmi Kepada IGI.

Harapan Kita, Jika ternyata pandemi Covid-19 berakhir di bulan Januari atau sebelum bulan Januari maka proses pembelajaran akan berjalan dengan sangat baik pada bulan Januari baik tatap muka ataupun blended (campuran) antara tatap muka dengan pembelajaran online. Dan jika kemudian pada bulan Januari ternyata Covid-19 belum tuntas maka guru-guru kita di seluruh Indonesia sudah siap menyelenggarakan PJJ secara maksimal, PJJ yang berkualitas dan menyenangkan. 

Jakarta, 27 Mei 2020
Muhammad Ramli Rahim 
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

SAMISANOV Menjelajah Negeri