Contoh 1: Pembelajaran yang Realistik/Konstruktivis
Pemahaman pembagian sebagai distribusi sesungguhnya tidak membutuhkan
”ceramah” dari guru, karena siswa memiliki potensi untuk ”menemukan”
konsep tersebut. Lalu daripada langsung menyuguhkan lambang formal
semacam 36 : 3, guru dapat menggunakan soal yang kontekstual, seperti di
bawah ini.
Tiga anak akan membagi 36 permen sama rata. Berapa permen yang akan diperoleh oleh tiap-tiap anak?
Siswa-siswi mungkin akan menemukan salah satu dari model atau prosedur penyelesaian berikut ini:
a) Membagi dengan dasar geometris, yaitu dengan membagi susunan permen menjadi tiga daerah bagian yang sama.
b) Mendistribusi satu demi satu. Mungkin dengan menyilang permen yang telah didistribusi ke salah satu anak.
c) Mengelompokkan tiga-tiga. Mungkin dengan pertimbangan setiap kali
permen didistribusi, akan terdistribusi ke tiga orang anak.
Model
atau strategi penyelesaian tersebut di atas secara implisit memuat ide
tentang pengurangan berulang (repeated subraction) maupun bagi adil
(fair sharing), bahkan ide tentang kebalikan perkalian (invers of
multiplication). Tugas guru adalah memfasilitasi siswa-siswi sampai
pada ide-ide tersebut sebelum benar-benar menyatakannya sebagai kalimat
matematika formal (penggunaan simbol dan konsep/prinsip matematika).
Contoh 2: Sejarah Bilangan Negatif dan Bilangan Positif di Cina Kuno
Di Cina, penggunaan bilangan positif ditandai dengan batang (atau
gambar batang) merah, sedangkan bilangan negatif ditandai dengan batang
hitam. Mungkin ini telah dikenal ribuan tahun yang lalu, dan kita dapat
melihatnya pada Jianzhong Suanshu (antara tahun 206 SM – 220 M). Apa
yang digunakan oleh orang Cina Kuno tersebut dapat digunakan dalam
pembelajaran untuk menunjukkan bilangan bulat (bulat positif, nol, dan
bulat negatif). Illustrasi dari Cina kuno dapat digunakan untuk
menunjukkan sifat negatif sebagai hutang dan positif sebagai piutang
(atau mempunyai).
Contoh 3: Batang Napier dalam Pembelajaran aturan perkalian
John Napiler (1550 – 1617) dalam bukunya Rabdologiae yang diterbitkan
tahun 1617 menyuguhkan sebuah alat melakukan perkalian yang disebut
Batang Napiler dan menjadi terkenal pada zamannya. Alat tersebut
menggunakan prinsip perkalian desimal yang telah dikenal di Arab melalui
apa yang disebut lattice diagram.
Sebuah batang Napiler terdiri
atas 10 kotak, dengan kotak teratas menunjukkan sebuah bilangan dasar
(digit) dan kotak selanjutnya berturut-turut merupakan hasil perkalian
bilangan dasar tersebut dengan bilangan 1 hingga 9 dengan bagian satuan
diletakkan di posisi tengah diagonal dan bagian puluhan diletakkan di
bagian atas diagonal.
Sebagai contoh: bilangan 1615 dikalikan dengan bilangan 365. Cara menyelesaikannya adalah (a) susun Batang Napiler 1, 6, 1, dan 5; (b) perhatikan bahwa hasil 3 x 1615 ditunjukkan oleh bilangan dalam tiap daerah diagonal yaitu 4 (dari 3 + 1), 8 (dari 8 + 0), 4 (dari 3 + 1) dan 5 (dari 5 saja), sehingga hasilnya 4845. (c) Demikian seterusnya untuk perkalian 5 (1615) dan 6 (1615). (d) Jumlahkan ketiga hasil sesuai urutan posisi bilangan pengali.
postingan yang menambah pengetahuan, sip. lanjutkan.
BalasHapussiap pak, baru baca setelah dua tahun berlalu
Hapus